Sabtu, 01 April 2023

Ahmad Khātib as-Sambāsi


Kelahiran dan silsilah

Ahmad Khatib as-Sambasi dilahirkan di daerah Kampung Dagang, SambasKalimantan Barat, pada bulan Safar 1217 H. bertepatan dengan tahun 1803 M. dari seorang ayah bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin. Ahmad Khatib terlahir dari sebuah keluarga perantau dari Kampung Sange’. Pada masa-masa tersebut, tradisi merantau memang masih menjadi bagian dari cara hidup masyarakat di Kalimantan Barat.

Sebagai sebuah daerah yang dibangun oleh Raja Tengah, keturunan dari Raja Brunei Darussalam, pada tahun 1620 M. dan menobatkan diri sebagai sebuah kerajaan sepuluh tahun kemudian. Maka wilayah Sambas adalah daerah yang telah memiliki ciri-ciri kemusliman khusus sejak Raden Sulaiman yang bergelar Muhammad Tsafiuddin dinobatkan sebagai Sultan Sambas pertama.

Pada waktu itu, rakyat Sambas hidup dari garis agraris dan nelayan. Hingga ditandatanganinya perjanjian antara Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin (1815-1828) dengan pemerintahan kolonial Belanda pada tahun 1819 M. Perjanjian ini membentuk sebuah pola baru bagi masyarakat Sambas yakni, perdagangan maritim.

Dalam suasana demikianlah, Ahmad Khatib as-Sambasi menjalani masa-masa kecil dan masa remajanya.

Pendidikan

Di mana sejak kecil, Ahmad khatib Sambas diasuh oleh pamannya yang terkenal sangat alim dan wara’ di wilayah tersebut. Ahmad Khatib Sambas menghabiskan masa remajanya untuk mempelajari ilmu-ilmu agama, ia berguru dari satu guru-ke guru lainnya di wilayah kesultanan Sambas. Salah satu gurunya yang terkenal di wilayah tersebut adalah, H. Nuruddin Musthafa, Imam Masjid Jami’ Kesultanan Sambas.

Karena terlihat keistimewaannya terhadap penguasaan ilmu-ilmu keagamaan, Ahmad Khatib Sambas kemudian dikirim oleh orang tuanya untuk meneruskan pendidikannya ke Timur Tengah, khususnya ke Makkah. Maka pada tahun 1820 M. Ahmad Khatib Sambas pun berangkat ke tanah suci untuk menuntaskan dahaga keilmuannya. Dari sini kemudian ia menikah dengan seorang wanita Arab keturunan Melayu dan menetap di Makkah. Sejak saat itu, Ahmad Khatib Sambas memutuskan untuk menetap di Makkah sampai wafat pada tahun 1875 M.

Sebagian besar penulis Eropa membuat catatan salah, ketika mereka menyatakan bahwa sebagian besar Ulama Indonesia bermusuhan dengan pengikut sufi. Hal terpenting yang perlu ditekankan adalah bahwa Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah sebagai seorang Ulama (dalam arti intelektual), yang juga sebagai seorang sufi (dalam arti pemuka thariqat) serta seorang pemimpin umat yang memiliki banyak sekali murid di Nusantara. Hal ini dikarenakan perkumpulan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang didirikannya, telah menarik perhatian sebagian masyarakat muslim Indonesia, khususnya di wilayah MaduraBanten, dan Cirebon, dan tersebar luas hingga ke MalaysiaSingapuraThailand, dan Brunei Darussalam.

Dakwah, ketokohan & pengaruh

Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsyabandiyah

Perlawanan yang dilakukan oleh suku Sasak, pengikut Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah yang dipimpin oleh Guru Bangkol juga merupakan bukti yang melengkapi pemberontakan petani Banten, bahwa perlawanan terhadap pemerintahan Belanda juga dipicu oleh keikutsertaan mereka pada perkumpulan Tarekat yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Khatib Sambas ini.

Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia, terutama dalam membantu membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan semata karena Syaikh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang dari Nusantara, tetapi bahwa para pengikut kedua Thariqat ini adalah para pejuang yang dengan gigih senantiasa mengobarkan perlawanan terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.

Ajarah Syeikh Ahmad Khatib Sambas hingga saat ini dapat dikenali dari karya Fathul Arifin yang merupakah notulensi dari ceramah-ceramahnya yang ditulis oleh salah seorang muridnya, Muhammad Ismail bin Abdurrahim. Notulensi ini dibukukan di Makkah pada tahun 1295 H. kitab ini memuat tentang tata cara, baiat, talqin, dzikir, muqarobah dan silsilah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Buku inilah yang hingga saat ini masih dijadikan pegangan oleh para mursyid dan pengikut Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah untuk melaksanakan prosesi-prosesi peribadahan khusus mereka. Dengan demikian maka tentu saja nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas selalu dikenang dan di panjatkan dalam setiap doa dan munajah para pengikut Thariqah ini.

Walaupun Syeikh Ahmad Khatib Sambas termasyhur sebagai seorang tokoh sufi, namun ia juga menghasilkan karya dalam bidang ilmu fikih yang berupa manusrkip risalah Jum’at. Naskah tulisan tangan ini dijumpai tahun 1986, bekas koleksi Haji Manshur yang berasal dari Pulau Subi, Kepulauan Riau. Demikian menurut Wan Mohd. Shaghir Abdullah, seorang ulama penulis asal tanah Melayu. Kandungan manuskrip ini, membicarakan masalah seputar Jum’at, juga membahas mengenai hukum penyembelihan secara Islam.

Pada bagian akhir naskah manuskrip, terdapat pula suatu nasihat panjang, manuskrip ini ditutup dengan beberapa amalan wirid Ia selain amalan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah.

Karya lain (juga berupa manuskrip) membicarakan tentang fikih, mulai thaharah, sholat dan penyelenggaraan jenazah ditemukan di Kampung Mendalok, Sungai Kunyit, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat, pada 6 Syawal 1422 H/20 Desember 2001 M. karya ini berupa manuskrip tanpa tahun, hanya terdapat tahun penyalinan dinyatakan yang menyatakan disalin pada hari kamis, 11 Muharam 1281.

Sedangkan mengenai masa hidupnya, sekurang-kurangnya terdapat dua buah kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh orang Arab, menceritakan kisah ulama-ulama Mekah, termasuk di dalamnya adalah nama Syeikh Ahmad Khatib Sambas. Kitab yang pertama, Siyar wa Tarajim, karya Umar Abdul Jabbar. Kitab kedua, Al-Mukhtashar min Kitab Nasyrin Naur waz Zahar, karya Abdullah Mirdad Abul Khair yang diringkaskan oleh Muhammad Sa'id al-'Amudi dan Ahmad Ali.

Ajaran

Ajaran Syeikh Ahmad Khatib Sambas adalah Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah memiliki ajaran yang diyakini kebenarannya, terutama dalam hal-hal kesufian. Beberapa ajaran yang merupakan pandangan para pengikut tarekat ini bertalian dengan masalah tarekat atau metode untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Metode tersebut diyakini paling efektif dan efisien. Karena ajaran dalam tarekat ini semuanya didasarkan pada Al-Qur'anAl-Hadits, dan perkataan para 'ulama arifin dari kalangan Salafus shalihin.

Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mempunyai peranan penting dalam kehidupan muslim Indonesia. Dan yang sangat penting adalah membantu dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Bukan karena Syekh Ahmad Khatib Sambas sebagai pendiri adalah orang lokal (Indonesia) tetapi para pengikut kedua Tarekat ini ikut berjuang dengan gigih terhadap imperialisme Belanda dan terus berjuang melalui gerakan sosial-keagamaan dan institusi pendidikan setelah kemerdekaan.

Survey tentang sejarah Tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah mempunyai hubungan yang erat dengan pembangunan masyarakat Indonesia. Thariqat ini merupakan salah satu keunikan masyarakat muslim Indonesia, bukan karena alasan yang dijelaskan di atas, tetapi praktik-praktik Thariqat ini menghiasi kepercayaan dan budaya masyarakat Indonesia.

Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah secara substansial merupakan aktualisasi seluruh ajaran Islam (Islam Kaffah); dalam segala aspek kehidupan. Tujuan Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah adalah tujuan Islam itu sendiri. Menurut sumber utamanya, Alquran, Islam sebagai agama diturunkan untuk membawa umat manusia ke jalan yang lurus, jalan keselamatan yang bermuara pada kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat (hasanah fi al-dunya dan hasanah fil al-akhirat).

Pandangan Filosofis

Pandangan filosofis Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah mengenai hubungan kemasyarakatan, baik dengan sesama muslim mahupun dengan yang bukan muslim, dapat dilihat dalam bagian uraian Tanbih berikut:

  1. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi dari kita, baik zahir maupun batin, harus kita hormati, begitulah seharusnya hidup rukun saling menghargai.
  2. Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati bergotong- royong dalam melaksanakan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaaan, kalau-kalau kita terkena firmanNya “Adzabun Alim” yang artinya duka nestapa untuk selama-lamanya dari dunia hingga akhirat;
  3. Terhadap orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah menghinanya atau berbuat tidak senonoh bersika angkuh, sebaliknya harus bersikap belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya harus dituntun dan dibimbing dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi keinsafan dalam menginjak jalan kebajikan;
  4. Terhadap fakir miskin, harus kasih sayang, ramah tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan.

Kewafatan

Umar Abdul Jabbar, menyebut bulan Safar 1217 H (kira-kira bersamaan 1802 M.) sebagai tanggal lahirnya demikian pun Muhammad Sa’id al-Mahmudi. Namun mengenai tahun wafatnya di Mekah, terdapat perbedaan. Abdullah Mirdad Abul Khair menyebut bahwa Syeikh Ahmad Khatib wafat tahun 1280 H. (kira-kira bersamaan 1863 M.), tetapi menurut Umar Abdul Jabbar, pada tahun 1289 H. (kira-kira bersamaan 1872 M.).

Tahun wafat 1280 H. yang disebut oleh Abdullah Mirdad Abul Khair sudah pasti ditolak, karena berdasarkan sebuah manuskrip Fathul Arifin salinan Haji Muhammad Sa'id bin Hasanuddin, Imam Singapura, menyebutkan bahwa Muhammad Sa'ad bin Muhammad Thasin al-Banjari mengambil tariqat (berbaiat) dari gurunya, Syeikh Ahmad Khatib sedang berada di Makkah menjalani khalwat. Manuskrip ini menyebutkan bahwa baiat ini terjadi pada hari Rabu ketujuh bulan Dzulhijjah, tahun 1286 H. Jadi berarti pada tanggal 7 Dzulhijah 1286 H. Syeikh Ahmad Khathib Sambas masih hidup. Oleh tanggal wafat Syeikh Ahmad Khatib Sambas, yang wafat tahun 1289 H. yang disebut oleh Umar Abdul Jabbar lebih mendekati kebenaran.

( Sumber: wikipedia.org) WHD.


Jumat, 31 Maret 2023

Abu Dzar Al-Ghifari

Nama lengkapnya adalah Jundub bin Junadah bin Sakan bin Sufyan bin Ubaid bin Waqi'ah bin Haram bin Ghifar bin Malil bin Dhamr bin Bakr bin Abdi Manat bin Kinanah (bahasa Arabجُندب بن جَنادة) atau lebih dikenal dengan nama panggilan atau kunyah-nya yaitu Abu Dzar al-Ghifari atau Abizar al-Ghifari. Ia termasuk sahabat Nabi Muhammad yang paling awal masuk islam (Assabiqunal Awwalun).

Biografi

Abu Dzar berasal dari suku Ghifar yang dikenal sebagai suku penyamun pada masa pra-Islam. Ia memeluk Islam dengan sukarela. Ia salah seorang sahabat yang terdahulu dalam memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekah untuk menyatakan keislamannya.

Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk mengabarkan bahwa ia kini adalah seorang Muslim, hingga memicu kekhawatiran serta kemarahan kaum kafir Quraisy dan membuatnya menjadi bulan - bulanan kaum Quraisy. Berkat pertolongan Abbas bin Abdul Muthalib, ia selamat dan suku Quraisy membebaskannya setelah mereka mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar.

Meski ia termasuk sebagai sahabat yang paling awal masuk Islam, tetapi ia terlambat untuk menyertai hijrah Nabi Muhammad ke Madinah. Ia masuk Madinah setelah perang Badar berlangsung. Ada riwayat yang mengatakan bahwa ia juga tidak ikut dalam perang Khandaq, tetapi ia kemudian ikut serta dalam perang Hunain sebagai pembawa bendera perang sukunya.

Orang-orang yang masuk Islam melalui dia, adalah: Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah al-Ghifariyah.

Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim menuju medan Perang Tabuk melawan kekaisaran Bizantium. Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang sangat menyayat.

Dia keletihan dan roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan, "Di perjalanan saya temukan mata air.

Saya minum air itu sedikit dan saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya." Dengan rasa haru, Rasulullah berujar, "Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu." Abu Dzar Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk Islam.  

(Sumber: wikipedia.org) .WHD.


BANDARA DENGAN ARSITEKTUR BANGUNAN TERBAIK DUNIA

Bandara Banyuwangi menangkan penghargaan Arsitektur Terbaik Dunia menyisihkan 463 Artistektur bangunan  terbaik Dunia. ( Foto: WHD).


KANGO RIKO (UNTUK KAMU)

Seorang Nelayan dengan perahu berangkat berlayar menuju lautan demi  menafkahi keluarganya pada   pukul : 17: 30 WIB Jumat
 31 Maret 2023  di Pantai pecemengan Kecamatan Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi Jatim. Nelayan tersebut akan  kembali pulang besuk pagi.
( Foto: WHD).

Kholil al-Bangkalani (ulama tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah)

Al-'Aalim Al-'Allaamah Asy-Syekh Al-Haajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'i (bahasa Arabالعالم العلامة الشيخ الحاج محمد خليل بن عبد اللطيف البنكلاني المادوري الجاوي الشافعي) atau lebih dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil, lahir di Kemayoran, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1835 Masehi atau 9 Shofar 1252 Hijriyah[1] – wafat di Martajasah, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1925 Masehi[2] adalah seorang Ulama kharismatik dari Pulau MaduraProvinsi Jawa TimurIndonesia.
Di masyarakat santri, Syaikhona Kholil juga dikenal sebagai Waliyullah. Seperti cerita Wali Songo, banyak cerita kelebihan di luar akal atau karamah Syekh Kholil terkisah dari lisan ke lisan, terutama di lingkungan masyarakat Madura.

Biografi

Syekh Kholil al-Bangkalani berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Buyut beliau Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro Mojoagung. sedangkan ayah Kiai Abdul Latif Adalah Kiai Hamim bin Muharram bin Abdul Karim.

Pada usia 24 tahun, Syekh Kholil menikahi Nyai Asyik, putri Lodra Putih.

Pendidikan

Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.

Setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren LangitanTubanJawa Timur. Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren CangaanBangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.

Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah.

Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Utuk ongkos pelayaran bisa ia tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.

Karya-karyanya

Al-Matnus Syarif

Sesuai namanya, kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif ini merupakan kitab matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih). Yang menarik dari kitab setebal 52 halaman ini, adalah bukan hanya karena kemasyhuran penulisnya, melainkan kitab ini telah menampilkan landscape keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian lugas dan mudah difahami.

Guru-gurunya

Syekh Kholil pernah berguru kepada beberapa ulama, di antaranya:

  1. K.H. Abdul Lathif (Ayahnya)
  2. K.H. Muhammad Nur di Pondok Pesantren LangitanTuban
  3. K.H. Nur Hasan di Pondok Pesantren SidogiriPasuruan
  4. Syekh Nawawi al-Bantani di Mekkah
  5. Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi
  6. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di Mekkah
  7. Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah
  8. Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani di Mekkah

Murid Syaikhona Kholil

Murid Pertama

Syekh Hasan Genggong atau lebih dikenal Kiai Hasan Genggong selengkapnya Haddratus Syekh al-Arifbillah KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Azmatkhan al-Husaini (nama lain: Kiai Hasan Sepuh, lahir di Sentong, Krejengan, Probolinggo, 27 Rajab 1259 Hijriyah / 23 Agustus 1843 Masehi - meninggal di Genggong, 11 Syawal 1374 h / 1 juni 1955 m) dianggap sebagai Mujaddid dan Syekh Naqshbandi terkemuka dari Indonesia. Dia berasal dari keluarga aliwiyin dari marga Azmatkhan yang merupakan keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alawi Ammul Faqih, keturunan Husain bin Ali, dia merupakan santri Pertama saat Syaikhona Kholil datang Dari pengembaraan Ilmu Di Mekkah.

Daftar Murid.

Berikut merupakan murid-murid dari Syekh Kholil:

( sumber: wikipedia.org) WHD


Muhammad bin Ismail al-Bukhari (Perawi dan ahli hadits)

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari (bahasa Arabأبو عبد الله محمد بن إسماعيل البخاريbahasa Rusia: Абу Абдиллах Мухаммад Бин Исмаил Аль-Бухари), lahir di Bukhara, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810) - wafat di Khartank, 1 Syawal 256 H (1 September 870)), atau lebih dikenal Imam Bukhari, adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam MuslimAbu DawudTirmidziAn-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Masa kecil

Dia diberi nama Muhammad oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim. Yang sering menggunakan nama asli dia ini adalah Imam Tirmidzi dalam komentarnya setelah meriwayatkan hadis dalam Sunan Tirmidzi. Sedangkan kunyah-nya adalah Abu Abdullah. Karena lahir di BukharaUzbekistanAsia Tengah; dia dikenal sebagai al-Bukhari. Dengan demikian nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya. Dalam satu riwayat, ibunya bermimpi bahwa nabi Ibrahim a.s. mendatanginya seraya berkata "Janganlah kau bersedih, sesungguhnya anakmu akan dapat melihat kembali dikarenakan doamu terhadap anakmu". Dan keesokan harinya, Al-Bukhari pun dapat melihat kembali.

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-TsiqatIbnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, di mana di kedua kota suci itu dia mengikuti kajian para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab setelah menyaring dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 perawi sumber menjadi 7.275 hadis.

Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok dia kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.

Karir: Penelitian Hadis

Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain BashrahMesirHijaz (Mekkah dan Madinah), KufahBaghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal. Di kota-kota itu ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari mereka dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadis.

Namun tidak semua hadis yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadis itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadis yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.

Di antara guru-gurunya dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis adalah Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibnu Rahawaih. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam bukunya "Shahih Bukhari".

Dalam meneliti dan menyeleksi hadis dan diskusi dengan para perawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Tentang perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "Perlu dipertimbangkan, "Para ulama meninggalkannya", atau "Para ulama berdiam diri dari hal itu" sementara perawi yang hadisnya tidak jelas ia menyatakan, "Hadisnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata, "Saya meninggalkan sepuluh ribu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadis, mencek keakuratan sebuah hadis ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan dia "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadis."

Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama pakar hadis, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti kegiatan belajar memanah sampai mahir. Bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.

Karya

Karya Imam Bukhari antara lain:

  • Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
  • Al-Adab al-Mufrad
  • Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
  • At-Tarikh ash-Shaghir
  • At-Tarikh al-Ausath
  • At-Tarikh al-Kabir
  • At-Tafsir al-Kabir
  • Al-Musnad al-Kabir
  • Kazaya Shahabah wa Tabi'in
  • Kitab al-Ilal
  • Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
  • Birr al-Walidain
  • Kitab ad-Du'afa
  • Asami ash-Shahabah
  • Al-Hibah
  • Khalq Af'al al-Ibad
  • Al-Kuno
  • Al-Qira'ah Khalf al-Imam.

Wafat

Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Di Naisabur, tempat asal imam Muslim seorang Ahli hadis yang juga murid Imam Bukhari dan yang menerbitkan kitab Shahih Muslim, kedatangan beliau pada tahun 250 H disambut meriah, juga oleh guru Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli. Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.

Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara dia disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya Gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn Tahir.

Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand. Tiba di Khartank, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari, dan Akhirnya meninggal pada malam Idul Fitri dalam usia 60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah). Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.

(Sumber: wikipedia.org) WHD.



TEFA OTOMOTIF SMK NURUT TAQWA BERIKAN LAYANAN JASA SERVICE.

TEFA Otomotif memberikan pelayanan prima pada Masyarakat Umum. Sabtu, 5/8/2023. Stand TEFA  Otomotif di ...