Syekh Kholil al-Bangkalani berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Buyut beliau Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro Mojoagung. sedangkan ayah Kiai Abdul Latif Adalah Kiai Hamim bin Muharram bin Abdul Karim.
Pada usia 24 tahun, Syekh Kholil menikahi Nyai Asyik, putri Lodra Putih.
Pendidikan
Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.
Setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.
Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah.
Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Utuk ongkos pelayaran bisa ia tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.
Karya-karyanya
Al-Matnus Syarif
Sesuai namanya, kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif ini merupakan kitab matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih). Yang menarik dari kitab setebal 52 halaman ini, adalah bukan hanya karena kemasyhuran penulisnya, melainkan kitab ini telah menampilkan landscape keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian lugas dan mudah difahami.
Guru-gurunya
Syekh Kholil pernah berguru kepada beberapa ulama, di antaranya:
- K.H. Abdul Lathif (Ayahnya)
- K.H. Muhammad Nur di Pondok Pesantren Langitan, Tuban
- K.H. Nur Hasan di Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan
- Syekh Nawawi al-Bantani di Mekkah
- Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi
- Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di Mekkah
- Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah
- Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani di Mekkah
Murid Syaikhona Kholil
Murid Pertama
Syekh Hasan Genggong atau lebih dikenal Kiai Hasan Genggong selengkapnya Haddratus Syekh al-Arifbillah KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Azmatkhan al-Husaini (nama lain: Kiai Hasan Sepuh, lahir di Sentong, Krejengan, Probolinggo, 27 Rajab 1259 Hijriyah / 23 Agustus 1843 Masehi - meninggal di Genggong, 11 Syawal 1374 h / 1 juni 1955 m) dianggap sebagai Mujaddid dan Syekh Naqshbandi terkemuka dari Indonesia. Dia berasal dari keluarga aliwiyin dari marga Azmatkhan yang merupakan keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alawi Ammul Faqih, keturunan Husain bin Ali, dia merupakan santri Pertama saat Syaikhona Kholil datang Dari pengembaraan Ilmu Di Mekkah.
Daftar Murid.
Berikut merupakan murid-murid dari Syekh Kholil:
( sumber: wikipedia.org) WHD