Jumat, 31 Maret 2023

Kholil al-Bangkalani (ulama tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah)

Al-'Aalim Al-'Allaamah Asy-Syekh Al-Haajji Muhammad Kholil bin Abdul Lathif al-Bangkalani al-Maduri al-Jawi asy-Syafi'i (bahasa Arabالعالم العلامة الشيخ الحاج محمد خليل بن عبد اللطيف البنكلاني المادوري الجاوي الشافعي) atau lebih dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil, lahir di Kemayoran, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1835 Masehi atau 9 Shofar 1252 Hijriyah[1] – wafat di Martajasah, Bangkalan, Bangkalan, sekitar tahun 1925 Masehi[2] adalah seorang Ulama kharismatik dari Pulau MaduraProvinsi Jawa TimurIndonesia.
Di masyarakat santri, Syaikhona Kholil juga dikenal sebagai Waliyullah. Seperti cerita Wali Songo, banyak cerita kelebihan di luar akal atau karamah Syekh Kholil terkisah dari lisan ke lisan, terutama di lingkungan masyarakat Madura.

Biografi

Syekh Kholil al-Bangkalani berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, KH Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Buyut beliau Syarifah Khodijah putri Sayyid Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman Kanigoro Mojoagung. sedangkan ayah Kiai Abdul Latif Adalah Kiai Hamim bin Muharram bin Abdul Karim.

Pada usia 24 tahun, Syekh Kholil menikahi Nyai Asyik, putri Lodra Putih.

Pendidikan

Syekh Kholil dididik dengan sangat ketat oleh ayahnya. Mbah Kholil kecil memiliki keistimewaan yang haus akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu. Bahkan ia sudah hafal dengan baik 1002 bait nadzam Alfiyah Ibnu Malik sejak usia muda.

Setelah dididik, orang tua Mbah Kholil kecil kemudian mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu. Mengawali pengembaraannya, Mbah Kholil muda belajar kepada Kiai Muhammad Nur di Pondok Pesantren LangitanTubanJawa Timur. Dari Langitan ia pindah ke Pondok Pesantren CangaanBangil, Pasuruan. Kemudian ke Pondok Pesantren Keboncandi. Selama belajar di Pondok Pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiai Nur Hasan yang menetap di Pondok Pesantren Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surat Yasin.

Sewaktu menjadi santri, Mbah Kholil telah menghafal beberapa matan, seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik. Disamping itu ia juga merupakan seorang Hafidz Al-Quran dan mampu membaca Al-Qur’an dalam Qira'at Sab'ah.

Saat usianya mencapai 24 tahun setelah menikah, Mbah Kholil memutuskan untuk pergi ke Makkah. Utuk ongkos pelayaran bisa ia tutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon Mbah Kholil berpuasa. Hal tersebut dilakukannya bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah agar perjalanannya selamat.

Karya-karyanya

Al-Matnus Syarif

Sesuai namanya, kitab Al-Matnus Syarif al-Mulaqqab bi Fat-hil Latif ini merupakan kitab matan (inti) yang berbicara mengenai fundamen dasar hukum Islam (ilmu fiqih). Yang menarik dari kitab setebal 52 halaman ini, adalah bukan hanya karena kemasyhuran penulisnya, melainkan kitab ini telah menampilkan landscape keilmuan yang selama ini terkesan rumit, menjadi demikian lugas dan mudah difahami.

Guru-gurunya

Syekh Kholil pernah berguru kepada beberapa ulama, di antaranya:

  1. K.H. Abdul Lathif (Ayahnya)
  2. K.H. Muhammad Nur di Pondok Pesantren LangitanTuban
  3. K.H. Nur Hasan di Pondok Pesantren SidogiriPasuruan
  4. Syekh Nawawi al-Bantani di Mekkah
  5. Syekh Utsman bin Hasan Ad-Dimyathi
  6. Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan di Mekkah
  7. Syeikh Mustafa bin Muhammad Al-Afifi Al-Makki di Mekkah
  8. Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud Asy-Syarwani di Mekkah

Murid Syaikhona Kholil

Murid Pertama

Syekh Hasan Genggong atau lebih dikenal Kiai Hasan Genggong selengkapnya Haddratus Syekh al-Arifbillah KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qoyiduddin Azmatkhan al-Husaini (nama lain: Kiai Hasan Sepuh, lahir di Sentong, Krejengan, Probolinggo, 27 Rajab 1259 Hijriyah / 23 Agustus 1843 Masehi - meninggal di Genggong, 11 Syawal 1374 h / 1 juni 1955 m) dianggap sebagai Mujaddid dan Syekh Naqshbandi terkemuka dari Indonesia. Dia berasal dari keluarga aliwiyin dari marga Azmatkhan yang merupakan keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alawi Ammul Faqih, keturunan Husain bin Ali, dia merupakan santri Pertama saat Syaikhona Kholil datang Dari pengembaraan Ilmu Di Mekkah.

Daftar Murid.

Berikut merupakan murid-murid dari Syekh Kholil:

( sumber: wikipedia.org) WHD


Muhammad bin Ismail al-Bukhari (Perawi dan ahli hadits)

Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari (bahasa Arabأبو عبد الله محمد بن إسماعيل البخاريbahasa Rusia: Абу Абдиллах Мухаммад Бин Исмаил Аль-Бухари), lahir di Bukhara, 13 Syawal 194 H (21 Juli 810) - wafat di Khartank, 1 Syawal 256 H (1 September 870)), atau lebih dikenal Imam Bukhari, adalah ahli hadis yang termasyhur di antara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam MuslimAbu DawudTirmidziAn-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam buku-buku fiqih dan hadis, hadis-hadisnya memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (pemimpin orang-orang yang beriman dalam hal ilmu hadis). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Masa kecil

Dia diberi nama Muhammad oleh ayahnya, Ismail bin Ibrahim. Yang sering menggunakan nama asli dia ini adalah Imam Tirmidzi dalam komentarnya setelah meriwayatkan hadis dalam Sunan Tirmidzi. Sedangkan kunyah-nya adalah Abu Abdullah. Karena lahir di BukharaUzbekistanAsia Tengah; dia dikenal sebagai al-Bukhari. Dengan demikian nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, dia kehilangan penglihatannya. Dalam satu riwayat, ibunya bermimpi bahwa nabi Ibrahim a.s. mendatanginya seraya berkata "Janganlah kau bersedih, sesungguhnya anakmu akan dapat melihat kembali dikarenakan doamu terhadap anakmu". Dan keesokan harinya, Al-Bukhari pun dapat melihat kembali.

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-TsiqatIbnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, di mana di kedua kota suci itu dia mengikuti kajian para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadis karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadis-hadis sahih dalam satu kitab setelah menyaring dari satu juta hadis yang diriwayatkan 80.000 perawi sumber menjadi 7.275 hadis.

Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok dia kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.

Karir: Penelitian Hadis

Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadis shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadis, mengumpulkan dan menyeleksi hadisnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain BashrahMesirHijaz (Mekkah dan Madinah), KufahBaghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan seorang ulama besar, Ahmad bin Hanbal. Di kota-kota itu ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari mereka dia mengumpulkan dan menghafal satu juta hadis.

Namun tidak semua hadis yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadis tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadis itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari. Banyak para ahli hadis yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.

Di antara guru-gurunya dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis adalah Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibnu Rahawaih. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam bukunya "Shahih Bukhari".

Dalam meneliti dan menyeleksi hadis dan diskusi dengan para perawi, Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Tentang perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "Perlu dipertimbangkan, "Para ulama meninggalkannya", atau "Para ulama berdiam diri dari hal itu" sementara perawi yang hadisnya tidak jelas ia menyatakan, "Hadisnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata, "Saya meninggalkan sepuluh ribu hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadis-hadis dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".

Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadis, mencek keakuratan sebuah hadis ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan dia "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadis."

Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama pakar hadis, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti kegiatan belajar memanah sampai mahir. Bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.

Karya

Karya Imam Bukhari antara lain:

  • Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
  • Al-Adab al-Mufrad
  • Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
  • At-Tarikh ash-Shaghir
  • At-Tarikh al-Ausath
  • At-Tarikh al-Kabir
  • At-Tafsir al-Kabir
  • Al-Musnad al-Kabir
  • Kazaya Shahabah wa Tabi'in
  • Kitab al-Ilal
  • Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
  • Birr al-Walidain
  • Kitab ad-Du'afa
  • Asami ash-Shahabah
  • Al-Hibah
  • Khalq Af'al al-Ibad
  • Al-Kuno
  • Al-Qira'ah Khalf al-Imam.

Wafat

Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Di Naisabur, tempat asal imam Muslim seorang Ahli hadis yang juga murid Imam Bukhari dan yang menerbitkan kitab Shahih Muslim, kedatangan beliau pada tahun 250 H disambut meriah, juga oleh guru Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli. Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.

Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara dia disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya Gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn Tahir.

Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand. Tiba di Khartank, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana dia jatuh sakit selama beberapa hari, dan Akhirnya meninggal pada malam Idul Fitri dalam usia 60 tahun (62 tahun dalam hitungan hijriah). Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.

(Sumber: wikipedia.org) WHD.



Kamis, 30 Maret 2023

FOTO JURNALISTIK " WAHID INDEPENDENT NEWS" DI SMK NURUT TAQWA 2023.

Tampak Tenda Bazar SMK NURUT  TAQWA  JUMAT 27 Februari 2023 , gambar di ambil dari atas saat malam hari. (WHD).

RANGGA LAWE (Prajurit Majapahit)

RANGGA LAWE 

Ranggalawe atau Rangga Lawe (lahir: ? - wafat: 1295) adalah salah satu pengikut Raden Wijaya yang berjasa besar dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit, Ranggalawe merupakan putra dari Arya Wiraraja , Ranggalawe ditugaskan sebagai Adipati Tuban .Sehubungan dengan adanya kecemburuan sosial karena perihal jabatan, ranggalawe memberontak kepada raja, Ranggalawe meninggal sebagai pemberontak pertama dalam sejarah kerajaan ini. Nama besarnya dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Kabupaten Tuban sampai saat ini. Ia adalah salah satu tokoh paling berpengaruh di zamannya.

Peran Awal

Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Ranggalawe sebagai putra Arya Wiraraja bupati Songeneb (nama lama Sumenep). Ia sendiri bertempat tinggal di Tanjung, yang terletak di Pulau Madura sebelah barat.

Pada tahun 1292 Ranggalawe dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di sebelah barat Tarik, Sidoarjo sekarang) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Konon, nama Rangga Lawe sendiri merupakan pemberian Raden Wijaya karena berkaitan dengan penyediaan 70 ekor kuda dari Bima sebagai kendaraan perang Raden Wijaya dan para pengikutnya dalam perang melawan Jayakatwang raja Kadiri atau juga mempunyai arti rangga berarti ksatria / pegawai kerajaan dan Lawe merupakan sinonim dari wenang, yang berarti "benang",atau dapat juga bermakna "kekuasaan" atau kemenangan. dan Ranggalawe kemudian diberi kekuasaan oleh Raden Wijaya untuk memimpin pembukaan hutan tersebut.

Penyerangan terhadap ibu kota Kediri oleh gabungan pasukan Majapahit dan Mongol terjadi pada tahun 1293. Ranggalawe berada dalam pasukan yang menggempur benteng timur kota Kadiri. ia berhasil menewaskan pemimpin benteng tersebut yang bernama Sagara Winotan

Jabatan di Majapahit

Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya menjadi raja pertama Kerajaan Majapahit. Menurut Kidung Ranggalawe, atas jasa-jasanya dalam perjuangan Ranggalawe diangkat sebagai bupati Tuban yang merupakan pelabuhan utama Jawa Timur saat itu.

Prasasti Kudadu tahun 1294 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit pada awal berdirinya, ternyata tidak mencantumkan nama Ranggalawe. Yang ada ialah nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja. Menurut Pararaton, Arya Adikara adalah nama lain Arya Wiraraja. Namun prasasti Kudadu menyebut dengan jelas bahwa keduanya adalah nama dua orang tokoh yang berbeda.

Sejarawan Slamet Muljana mengidentifikasi Arya Adikara sebagai nama lain Ranggalawe. Dalam tradisi Jawa ada istilah nunggak semi, yaitu nama ayah kemudian dipakai anak. Jadi, nama Arya Adikara yang merupakan nama lain Arya Wiraraja, kemudian dipakai sebagai nama gelar Ranggalawe ketika dirinya diangkat sebagai pejabat Majapahit.

Dalam prasasti Kudadu, ayah dan anak tersebut sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, yang keduanya masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Dwipantara Arya Adikara.

Tahun Pemberontakan

Pararaton menyebut pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1295, tetapi dikisahkan sesudah kematian Raden Wijaya. Menurut naskah ini, pemberontakan tersebut bersamaan dengan Jayanagara naik takhta.

Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya meninggal dunia dan digantikan kedudukannya oleh Jayanagara terjadi pada tahun 1309. Akibatnya, sebagian sejarawan berpendapat bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada tahun 1309, bukan 1295. Seolah-olah pengarang Pararaton melakukan kesalahan dalam penyebutan angka tahun.

Namun Nagarakretagama juga mengisahkan bahwa pada tahun 1295 Jayanagara diangkat sebagai yuwaraja atau "raja muda" di istana Daha. Selain itu Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe dengan jelas menceritakan bahwa pemberontakan Ranggalawe terjadi pada masa pemerintahan Raden Wijaya, bukan Jayanagara.

Fakta lain menunjukkan, nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara sama-sama terdapat dalam prasasti Kudadu tahun 1294, tetapi kemudian keduanya sama-sama tidak terdapat lagi dalam prasasti Sukamreta tahun 1296. Ini pertanda bahwa Arya Adikara alias Ranggalawe kemungkinan besar memang meninggal pada tahun 1295, sedangkan Arya Wiraraja diduga mengundurkan diri dari pemerintahan setelah kematian anaknya itu.

Jadi, kematian Ranggalawe terjadi pada tahun 1295 bertepatan dengan pengangkatan Jayanagara putra Raden Wijaya sebagai raja muda. Dalam hal ini pengarang Pararaton tidak melakukan kesalahan dalam menyebut tahun, hanya saja salah menempatkan pembahasan peristiwa tersebut.

Sementara itu Nagarakretagama yang dalam banyak hal memiliki data lebih akurat dibanding Pararaton sama sekali tidak membahas pemberontakan Ranggalawe. Hal ini dapat dimaklumi karena naskah ini merupakan sastra pujian sehingga penulisnya, yaitu Mpu Prapanca merasa tidak perlu menceritakan pemberontakan seorang pahlawan yang dianggapnya sebagai aib.

Pertempuran di Sungai Tambak beras dan Kematian Ronggo lawe

Pararaton mengisahkan Ranggalawe memberontak terhadap Kerajaan Majapahit karena dihasut seorang pejabat licik bernama Mahapati. Kisah yang lebih panjang terdapat dalam Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe.

Pemberontakan tersebut dipicu oleh ketidakpuasan Ranggalawe atas pengangkatan Nambi sebagai rakryan patih. Menurut Ranggalawe, jabatan patih sebaiknya diserahkan kepada Lembu Sora yang dinilainya jauh lebih berjasa dalam perjuangan daripada Nambi.

Ranggalawe yang bersifat pemberani dan emosional suatu hari menghadap Raden Wijaya di ibu kota dan langsung menuntut agar kedudukan Nambi digantikan Sora. Namun Sora sama sekali tidak menyetujui hal itu dan tetap mendukung Nambi sebagai patih.

Karena tuntutannya tidak dihiraukan, Ranggalawe membuat kekacauan di halaman istana. Sora keluar menasihati Ranggalawe, yang merupakan keponakannya sendiri, untuk meminta maaf kepada raja. Namun Ranggalawe memilih pulang ke Tuban.

Mahapati yang licik ganti menghasut Nambi dengan melaporkan bahwa Ranggalawe sedang menyusun pemberontakan di Tuban. Maka atas izin raja, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit didampingi Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk menghukum Ranggalawe.

Mendengar datangnya serangan, Ranggalawe segera menyiapkan pasukannya. Ia menghadang pasukan Majapahit di dekat Sungai Tambak Beras. Pertempuran pun terjadi di sana. Ranggalawe bertanding melawan Kebo Anabrang di dalam sungai. Kebo Anabrang yang pandai berenang akhirnya berhasil membunuh Ranggalawe secara kejam.

Melihat keponakannya disiksa sampai mati, Lembu Sora merasa tidak tahan. Ia pun membunuh Kebo Anabrang dari belakang. Pembunuhan terhadap rekan inilah yang kelak menjadi penyebab kematian Sora pada tahun 1300.

Silsilah Rangga Lawe

Kidung Ranggalawe dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Ranggalawe memiliki dua orang istri bernama Martaraga dan Tirtawati. Mertuanya adalah gurunya sendiri, bernama Ki Ajar Pelandongan. Dari Martaraga lahir seorang putra bernama Kuda Anjampiani.

Kedua naskah di atas menyebut ayah Ranggalawe adalah Arya Wiraraja. Sementara itu, Pararaton menyebut Arya Wiraraja adalah ayah NambiKidung Harsawijaya juga menyebutkan kalau putra Wiraraja yang dikirim untuk membantu pembukaan Hutan Tarik adalah Nambi, sedangkan Ranggalawe adalah perwira Kerajaan Singhasari yang kemudian menjadi patih pertama Majapahit.

Uraian Kidung Harsawijaya terbukti salah karena berdasarkan prasasti Sukamreta tahun 1296 diketahui nama patih pertama Majapahit adalah Nambi, bukan Ranggalawe.

Nama ayah Nambi menurut Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. Sejarawan Dr. Brandes menganggap Pranaraja dan Wiraraja adalah orang yang sama. Namun, menurut Slamet Muljana keduanya sama-sama disebut dalam prasasti Kudadu sebagai dua orang tokoh yang berbeda.

Menurut Slamet Muljana, Nambi adalah putra Pranaraja, sedangkan Ranggalawe adalah putra Wiraraja. Hal ini ditandai dengan kemunculan nama Arya Wiraraja dan Arya Adikara dalam prasasti Kudadu, dan keduanya sama-sama menghilang dalam prasasti Sukamreta sebagaimana disinggung sebelumnya.

( Sumber: wikipedia.org). WHD.


JOKO TINGKIR ( Adiwijaya dari Pajang , pendiri dan raja pertama Pajang)

JOKO TINGKIR  (foto: sumber wikipedia.org)

Mas Karèbèt atau sering disebut Jaka/Joko Tingkir adalah seorang pendiri sekaligus sultan atau raja pertama dari kesultanan atau kerajaan Pajang yang memerintah dari tahun 1568-1582 dengan bergelar Sultan Adiwijaya atau Hadiwijaya.

Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, Lahir pada tanggal 18 Jumadilakhir tahun Dal mangsa VIII menjelang subuh. Diberi nama "Mas Karebet" karena ketika dilahirkan, ayahnya Ki Kebo Kenanga dari Pengging Ki Ageng Pengging sedang menggelar pertunjukan wayang beber dan dalangnya adalah Ki Ageng Tingkir. Namun suara wayang yang "kemebret" tertiup angin membuat bayi itu diberi nama "Mas Karebet". Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir) sejak saat itu masa remajanya lebih dikenal dengan nama "Jaka Tingkir".

Mas Karebet gemar bertapa, berlatih bela diri dan kesaktian, sehingga tumbuh menjadi pemuda yang tangguh, tampan dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Kebo Kenongo (Ki Ageng Pengging) ayahnya sendiri dan Muhammad Kabungsuan (Ki Ageng Pengging sepuh) kakek Adiwijaya. Ki Ageng Pengging Sepuh ini adalah anak bungsu dari Syeikh Jumadil Kubro, tapi jalur spiritualnya menuju ke Syeikh Siti Jenar. Selain ayah dan Kakek, ia juga belajar dengan kakek dari Ibu, yaitu Sunan Kalijaga. Ia juga juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng Sela yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi. Disamping tampan dan jagoan, sayangnya pemuda Jaka Tingkir alias Mas Karebet ini juga sedikit 'nakal' alias mata keranjang. Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Dalam perguruan ini ada murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.


Silsilah Jaka Tingkir

Jaka Tingkir adalah putera Kebo Kenanga dan cucu Adipati Andayaningrat. Manakala Adipati Andayaningrat juga di kenali dengan Syarief Muhammad Kebungsuan.

Nasab Joko Tingkir

Dari jalur ayah :

Joko Tingkir putra dari Ki Kebo Kenongo putra dari Ki Ageng Pengging Sepuh (Andayaningrat/Jaka Sengara/Muhammad Kabungsuan) putra dari Syeikh Jumadil Kubro. (Jamaluddin Akbar al-Husaini)

ayahnya, Kebo Kenongo menikah dengan Nyai Ratu Mandoko putri dari Sunan Kalijaga dengan Syarifah Zaenab binti Syeikh Siti Jenar

Sedangkan kakeknya, Andayaningrat menikah dengan Ratu Pembayun putri dari prabu Brawijaya V raja Majapahit.

(sumber: wikipedia.org). WHD.







 







Muhammad Mahfudz at-Tarmasi (ulama tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah)

Al-Imaam Al-'Allaamah Al-Faqiih Al-Ushuuli Al-Muhaddits Al-Muqri Muhammad Mahfudz bin Abdullah bin Abdul Mannan at-Tarmasi al-Jawi al-Makki asy-Syafi'i (bahasa Arabالإمام العلامة الفقيه الاصولي المحدث المقرئ محمد محفوظ بن عبد الله بن عبد المنان الترمسي الجاوي المكي الشافعي atau lebih dikenal dengan Syekh Mahfudz at-Tarmasi (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan pada 31 Agustus 1868 Masehi - wafat di Mekkah pada 20 Mei 1920 Masehi) adalah seorang ulama dibidang fikih, ushul fiqh, hadis dan qira'at dan juga pengajar di Masjidil Haram.

Guru-gurunya

Dia memiliki banyak guru, antara lain:

  • Syekh Musthafa al-'Afifi
  • Syekh Abu Bakar Syatha
  • Syekh Umar bin Barakat al-Buqa'i
  • Ayahnya, Syekh Abdullah at-Tarmasi
  • Syekh Muhammad al-Minsyawi
  • Syekh Ahmad az-Zawawi
  • Syekh Muhammad asy-Syirbini
  • Syekh Muhammad Amin al-Madani
  • Syekh Muhammad Sa'id Babshil
  • Syekh Muhammad Soleh Semarang
  • Dan lain sebagainya

Murid-muridnya

Dia memiliki banyak murid, antara lain:[1]

Karya tulis

Dia memiliki banyak karya tulis, antara lain:[1]

  • Is'aful Mathali' bi syarhi al-Badru al-Lami' Nazhmu Jam'u al-Jawami
  • Insyirah al-Fu`ad fi Qira`ati al-Imam Hamzah Riwayatai Khalaf wa Khallad
  • Al-Badru al-Munir fi Qira`ati al-Imam Ibnu Katsir
  • Bughyatu al-Adzkiya fi al-Bahtsi 'an Karamati al-Auliya Radhiyallahu 'Anhum
  • Ta'mimu al-Manafi' bi Qira`ati al-Imam Nafi
  • Tanwiru ash-Shadr fi Qira`ati al-Imam Abi 'Amr
  • Tahyi`atu al-Fikar bi Syarhi Alfiyati as-Siyar
  • Tsulatsiyat al-Bukhari
  • Al-Khal'ah al-Fikriyyah Syarh al-Minhah al-Khairiyyah
  • As-Saqayah al-Mardhiyyah fi Asami Kutub Ashabina asy-Syafi'iyyah
  • Inayatu al-Muftaqir fima yata'allaqu bi Sayyidina al-Khidir 'Alaihis Salam
  • Ghaniyatu ath-Thalabah bi Syarhi Nazhmi ath-Thayyibah fi al-Qira'at al-'Asyriyyah
  • Fathul Khabir bi Syari Miftah as-Siyar
  • Al-Fawa`id at-Tarmasiyyah fi Asanid al-Qira`at al-'Asyriyyah
  • Kifayatu al-Mustafid fima 'Alaa min al-Asanid
  • Al-Minhah al-Khairiyyah fi Arba'in Haditsan min Ahaditsi Khairi al-Bariyyah ﷺ
  • Manhaj Dzawi an-Nazhar fi Syarhi Manzhumati 'ilmi al-Atsar
  • Mauhibatu Dzi al-Fadhl Hasyiyah 'ala Syarh Mukhtashar Bafadhal
  • Nail al-Ma`mul bi Hasyiyati Ghayatu al-Wushul fi 'ilmi al-Ushul
  • Hasyiyah at-Turmusi 'ala Manhaj al-Qowim bi Syarhi Muqaddimah al-Hadramiyah.
(Sumber: wikipedia.org). WHD.

Rabu, 29 Maret 2023

MISTERI WANA WISATA ROWO BAYU YANG DIDUGA SEBAGAI LOKASI KKN DI DESA PENARI



Tim Telusur Padepokan Mambaul Nikmat Banyuwangi kunjungi  situs bersejarah di area Rowo Bayu desa Bayu, Songgon , Banyuwagi 2023. ( Foto: WHD). 

TEFA OTOMOTIF SMK NURUT TAQWA BERIKAN LAYANAN JASA SERVICE.

TEFA Otomotif memberikan pelayanan prima pada Masyarakat Umum. Sabtu, 5/8/2023. Stand TEFA  Otomotif di ...